Iklan Atas Artikel

www.Otoritasnews.co.id, Jakarta – Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, Tujuh Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan audiensi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim di ruang kerjanya pada Kamis (26/12/2019) pukul 9-10 WIB. Ke-7 Komisioner tersebut adalah Susanto (ketua), Rita Pranawati (Wakil Ketua, Retno Listyarti (bidang Pendidikan), Susianah, Sitti Himahwaty, Putu Elvina dan Jasa Putra.

KPAI menyampaikan, catatan kekerasan sepanjang 2019 yang terjadi di lingkungan sekolah dengan pelaku guru, kepala sekolah, motivator, orangtua siswa dan siswa. KPAI juga menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait kebijakan pendidikan yang digaungkan oleh Menteri Nadiem.

Advertise!Iklan Dalam Artikel

KPAI mengapresiasi kebijakan Merdeka Belajar karena mengarahkan pembelajaran pada pendekatan belajar berpikir dan bernalar, bukan menghafal dan menjawab soal-soal yang didominasi pilihan ganda. Ini tentu sejalan dengan kepentingan terbaik bagi anak. Belajar didorong untuk menyenangkan, memacu rasa ingin tahu dan sesuai kebutuhan anak.

Namun, hal tersebut tentu butuh persiapan matang di level guru dan sekolah. Guru dan sekolah harus dilatih dengan berbasis pada sekolah untuk membangun budaya baru yaitu literasi dan penalaran. Pelatihan guru harus diubah, pelatih yang datang ke sekolah, bukan guru di panggil pelatihan.

KPAI menyampaikan buku catatan kekerasan di pendidikan sepanjang 2019 dari hasil pengawasan bidang pendidikan. KPAI mengapresiasi Menteri Nadiem yang merespon catatan tersebut dengan keinginan memutus mantai rantai kekerasan di ruang public bernama sekolah.

KPAI menilai, Menteri Nadiem memiliki kepekaan dan tidak mentolerir kekerasan. Namun, sejak era otonomi daerah, Kemdikbud tidak memiliki kewenangan menegakan sanksi terhadap guru pelaku kekerasan misalnya karena kewenangannya di daerah. Sementara banyak daerah mengabaikan penegakan hukum terhadap pendidik yang menjadi pelaku kekerasan di sekolah.

Hal ini pula yang menjadi PR yang harus dipikirkan segera pemecahannya demi melindungi anak-anak selama berada di sekolah. Diskusi kekerasan di pendidikan ini mendominasi diskusi dalam audiensi antara Mendikbud dengan KPAI.

Adapun kekomendasi KPAI adalah:

Pertama, Tingginya angka kekerasan di lembaga pendidikan, KPAI mendorong Kemdikbud untuk melatih para guru mencegah dan menangani kekerasan di sekolah sekaligus mensosialisasi Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Mengingat dari hasil pengawasan KPAI, pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah selama 4 tahun terakhir ini tidak mengacu pada Pemrndikbud tersebut. Perlu sosialisasi dan pelatihan untuk para guru dan kepala sekolah. Minimal para guru dan sekolah mengetahui dahulu bahwa ada cara pencegahan dan penanganan kekerasan ketika kekerasan terjadi di sekolahnya.

Kedua, Presiden Jokowi diperiode keduanya juga menargetkan penurunan angka kekerasan anak di sektor privat dan public. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga public harus didorong memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak saksi dan anak korban kekerasan untuk bicara dan mengadu. Juga perlu kepekaan dari orang dewasa di sekolah terhadap anak-anak korban kekerasan.

Ketiga, Presiden Jokowi di periode keduanya juga menargetkan penurunan angka pekerja anak dan perkawinan anak. Hal ini bisa dicapai jika pemerintah melalui Kemdikbud memperluas akses sekolah bagi anak-anak di berbagai pelosok daerah agar bisa mealanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengingat lama sekolah di Indonesia saat ini hanya 8.5 tahun (bahkan tidak lulus SMP, karena untuk lulus SMP lama sekolah adalah 9 tahun)

Perluas akses ini dapat dilakukan dengan menambah jumlah SMP Negeri di berbagai pelosok negeri yang saat ini hanya berjumlah 38 ribu, padahal jenjang SDN mencapai 148 ribu. Makanya banyak anak Indonesia hanya lulus SD.

Ketika anak hanya bisa lulus SD, maka pekerja anak dan perkawinan anak menjadi tinggi, tetapi ketika akses ke jenjang SMP dan SMA/sederajat dapat dijangkau maka angka pekerja anak dan perkawinan anak bisa diturunkan.

Keempat, KPAI mendorong pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, sampai kualitas sarana prasarana, akan ditangani berbasis zonasi.

Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas sehingga diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Untuk itu, Kemendikbud memetakan penataan dan pemerataan guru, pemerataan infrastruktur, sharing resource, dan integrasi pendidikan formal dan nonformal.

Dalam melaksanakan kebijakan zonasi pendidikan ini setidaknya akan melibatkan 7 Kementerian/Lembaga terkait, diantaranya Kemendagri, Kemdikbud, Kemenag, Kementerian Keuangan, Bapenas, KemenPUPR, dan KemenPAN-RB. (Guffe)

Iklan Bawah Artikel


Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.